Banyak versi darimana ilmu / rajah kalacakra
ini berasal. Di dalam cerita Hindu - Budha juga sudah lama dikenal. Di
dalam Buddhisme dikenal
“Kalachakra Vajra” yang konon sudah ada sejak zaman Arya Sakyamuni
Buddha saat membabarkan Dharma / Ajaran Kebenaran. Kalachakra secara
filosofis bermakna roda raksasa
simbol waktu. Tetapi bentuk gambar kalachakra itu berbeda-beda, karena
tergantung pada adaptasi, pemahaman dan pendalaman masing-masing. Dari situs-situs dalam negeri cerita tentang kalacakra ini lebih sederhana, walaupun banyak juga versinya. Di dalam cerita pewayangan ilmu kalacakra ada digunakan untuk ruwatan sengkala.
Dalam pengkultusan kepada para Wali juga ada yang mengatakan bahwa rajah kalacakra itu adalah ilmunya
Sunan Kudus /
Sunan Bonang yang digunakan untuk memusnahkan keilmuan Jaka Tingkir.
Legenda kalacakra di pewayangan bermula dari penulisan mantram sakti di dada Batara Kala oleh Batara Guru yang menyamar sebagai dalang Kandhabuwana. Dan dibuatnya Rajah Kalacakra dimaksudkan agar siapapun yang bisa membacanya dan siapa saja yang bisa mengucapkan mantram tersebut tidak akan menjadi korban dan tidak akan diganggu oleh Batara Kala sebagai pembawa sengkala.
Rajah Kalacakra menjadi sebuah kekuatan gaib yang merubah suatu keburukan menjadi kebaikan, sebuah doa kepada Yang Maha Kuasa supaya merubah suatu kondisi yang buruk menjadi kondisi yang baik selama manusia hidup dalam kekuasaan sang waktu (Sang Kala atau Sang Hyang Kala).
Semua kejadian buruk dalam kehidupan manusia dipercaya selain sebagai suratan nasib / takdir, juga banyak berkaitan dengan yang namanya karma. Bisa karma dari masa lalunya, karma dari perbuatan-perbuatannya yang sekarang, karma dari kondisi kelahirannya, juga imbas dari karma / kesialan yang dibawa oleh orang lain (misal : ikut menjadi korban kecelakaan lalu-lintas, dsb).
Pada perkembangan selanjutnya Rajah Kalacakra diwujudkan menjadi mantra untuk menangkal berbagai kekuatan magis jahat yang dapat mengganggu keselamatan lahir dan batin. Selain digunakan untuk melindungi diri dari gangguan dan serangan gaib mahluk-mahluk halus, juga memberikan perisai pagaran gaib kepada para penggunanya agar terhindar dari segala keburukan atau ketidak-nyamanan dalam kehidupan. Oleh karena itu Rajah Kala Cakra sering digunakan dalam ruwatan-ruwatan tradisi jawa dengan membacakan mantra-mantranya. Di India sendiri upaya ruwatan dan bersih diri banyak juga dilakukan, terutama berupa ritual khusus di sungai Gangga.
Rapalannya berbunyi :
" Yamaraja - Jaramaya, Yamarani - Niramaya, Yasilapa - Palasiya, Yamiroda - Daromiya,
Yamidosa - Sadomiya, Yadayuda - Dayudaya, Yasiyaca - Cayasiya, Yasihama - Mahasiya "
Bunyi mantranya dilakukan pembalikkan dalam membacanya, karena bunyi maknanya dimaksudkan sebagai upaya membalik keadaan, membalik kondisi yang buruk menjadi baik, dan sifatnya menundukkan, bukan menyerang balik.
1. Yamaraja - Jaramaya : siapa yang menyerang berbalik menjadi berbelas kasihan.
2. Yamarani - Niramaya : siapa yang datang dengan niat buruk akan berbalik dan menjauhi.
3. Yasilapa - Palasiya : siapa yang membuat kelaparan berbalik memberi makan.
4. Yamiroda - Daromiya : siapa yang memaksa berbalik memberi kebebasan dan keleluasaan.
5. Yamidosa - Sadomiya : siapa yang berbuat dosa berbalik berbuat kebajikan.
6. Yadayuda - Dayudaya : siapa yang memerangi berbalik membawa damai.
7. Yasiyaca - Cayasiya : siapa yang menyengsarakan berbalik membawa kesejahteraan.
8. Yasihama - Mahasiya : siapa yang berbuat merusak berbalik sayang dan memelihara.
Dalam dunia kebatinan dan spiritual India, selain sebagai upaya membebaskan manusia dari karma jelek, ilmu kalacakra adalah salah satu jenis keilmuan batin (sejenis sukma sejati) yang tidak digunakan untuk menyerang, tetapi bersifat penundukkan yang dilakukan berdasarkan cinta kasih, menjadikan dirinya sendiri sebagai tumbal, yang menerima perbuatan jahat orang lain tapi tidak membalasnya dengan kejahatan, tidak membalas kemarahan dengan kemarahan, tidak membalas pukulan dengan pukulan, dsb. Ilmu ini adalah tingkat tinggi (kalau tidak, maka seseorang akan hancur tubuhnya ketika menerima dirinya diserang dengan ajian kesaktian). Jenis ilmu ini juga salah satunya yang dulu dianut oleh Yudistira (pemimpin para Pandawa).
Kebanyakan ilmu kalacakra yang beredar di dalam negeri lebih bersifat ilmu gaib dan ilmu khodam, yang untuk mendapatkannya banyak dilakukan dengan mewirid amalannya, atau dengan transfer energi / khodam, tapi tidak membentuk kebatinannya yang harus penuh cinta kasih untuk tidak membalas perbuatan jahat seseorang. Selain sebagai benteng gaib, ilmu ini juga digunakan sebagai kesaktian untuk menyerang, atau dengan sengaja digunakan untuk melunturkan keilmuan seseorang. Dan sesuai dengan sugesti "rajah" kalacakra, maka energi / khodam ilmunya dipusatkan / ditempatkan di dada.
Di dalam negeri ilmu Rajah Kalacakra adalah salah satu ilmu yang digunakan pada masa lalu untuk menangkal ajian kesaktian lawan, menyerang balik kekuatan gaib musuh dan memiliki kekuatan menyerang makhluk halus hingga terluka parah. Rajah Kalacakra juga digunakan untuk menangkal / mengusir makhluk halus jahat dengan cara memasangnya di tempat-tempat yang diperkirakan ada makhluk halusnya.
Beberapa kegunaan Ilmu / Rajah Kalacakra dalam dunia keilmuan gaib adalah untuk :
- Menangkal segala serangan ilmu gaib.
- Menaklukan gangguan mahluk halus Jin, Gondoruwo, dsb.
- Menjauhkan diri dari segala perbuatan buruk dan kejahatan.
- Membalik niat jahat orang lain agar menjadi niat yang baik.
- Menundukkan amarah musuh, dendam dan iri hati.
- Membuat pagaran gaib rumah, toko, dll.
- Menolak segala bala bencana, baik yang akibatkan oleh orang lain ataupun akibat dari perbuatan sendiri.
- Menjauhkan segala kesialan dan membalik hal-hal buruk menjadi baik.
Beberapa pihak mengajarkan ilmu rajah kalacakra ini dengan cara membaca mantranya (diwirid) dengan jumlah bacaan 21x, 41x, 313x, dsb, dan dengan persyaratan laku tertentu (ada laku puasa dan tirakatnya).
Mantranya berbunyi :
" Yamaraja - Jaramaya, Yamarani - Niramaya, Yasilapa - Palasiya, Yamiroda - Daromiya,
Yamidosa - Sadomiya, Yadayuda - Dayudaya, Yasiyaca - Cayasiya, Yasihama - Mahasiya ".
Karena bersifat ilmu gaib dan ilmu khodam, mantra itu hanya akan bekerja dengan baik pada orang-orang yang telah menerima khodam ilmunya (diijazahkan) atau yang telah menerima transfer energi dan yang mempunyai kekuatan sugesti pada amalannya. Cara menurunkan / mengijazahkan ilmu rajah kalacakra juga dapat dilakukan dengan cara menuliskan rajah gaib atau rajah energi di dada seseorang. Tetapi bagi yang ingin belajar sendiri, belajar jarak jauh, dan belum mendapatkan khodam ilmunya, atau belum menerima transfer energi, dengan usahanya sendiri membaca / mewirid amalan itu tidak akan banyak berguna. Sekalipun ada kegaiban setelah membacanya, biasanya tidak besar kekuatannya.
Legenda kalacakra di pewayangan bermula dari penulisan mantram sakti di dada Batara Kala oleh Batara Guru yang menyamar sebagai dalang Kandhabuwana. Dan dibuatnya Rajah Kalacakra dimaksudkan agar siapapun yang bisa membacanya dan siapa saja yang bisa mengucapkan mantram tersebut tidak akan menjadi korban dan tidak akan diganggu oleh Batara Kala sebagai pembawa sengkala.
Rajah Kalacakra menjadi sebuah kekuatan gaib yang merubah suatu keburukan menjadi kebaikan, sebuah doa kepada Yang Maha Kuasa supaya merubah suatu kondisi yang buruk menjadi kondisi yang baik selama manusia hidup dalam kekuasaan sang waktu (Sang Kala atau Sang Hyang Kala).
Semua kejadian buruk dalam kehidupan manusia dipercaya selain sebagai suratan nasib / takdir, juga banyak berkaitan dengan yang namanya karma. Bisa karma dari masa lalunya, karma dari perbuatan-perbuatannya yang sekarang, karma dari kondisi kelahirannya, juga imbas dari karma / kesialan yang dibawa oleh orang lain (misal : ikut menjadi korban kecelakaan lalu-lintas, dsb).
Pada perkembangan selanjutnya Rajah Kalacakra diwujudkan menjadi mantra untuk menangkal berbagai kekuatan magis jahat yang dapat mengganggu keselamatan lahir dan batin. Selain digunakan untuk melindungi diri dari gangguan dan serangan gaib mahluk-mahluk halus, juga memberikan perisai pagaran gaib kepada para penggunanya agar terhindar dari segala keburukan atau ketidak-nyamanan dalam kehidupan. Oleh karena itu Rajah Kala Cakra sering digunakan dalam ruwatan-ruwatan tradisi jawa dengan membacakan mantra-mantranya. Di India sendiri upaya ruwatan dan bersih diri banyak juga dilakukan, terutama berupa ritual khusus di sungai Gangga.
Rapalannya berbunyi :
" Yamaraja - Jaramaya, Yamarani - Niramaya, Yasilapa - Palasiya, Yamiroda - Daromiya,
Yamidosa - Sadomiya, Yadayuda - Dayudaya, Yasiyaca - Cayasiya, Yasihama - Mahasiya "
Bunyi mantranya dilakukan pembalikkan dalam membacanya, karena bunyi maknanya dimaksudkan sebagai upaya membalik keadaan, membalik kondisi yang buruk menjadi baik, dan sifatnya menundukkan, bukan menyerang balik.
1. Yamaraja - Jaramaya : siapa yang menyerang berbalik menjadi berbelas kasihan.
2. Yamarani - Niramaya : siapa yang datang dengan niat buruk akan berbalik dan menjauhi.
3. Yasilapa - Palasiya : siapa yang membuat kelaparan berbalik memberi makan.
4. Yamiroda - Daromiya : siapa yang memaksa berbalik memberi kebebasan dan keleluasaan.
5. Yamidosa - Sadomiya : siapa yang berbuat dosa berbalik berbuat kebajikan.
6. Yadayuda - Dayudaya : siapa yang memerangi berbalik membawa damai.
7. Yasiyaca - Cayasiya : siapa yang menyengsarakan berbalik membawa kesejahteraan.
8. Yasihama - Mahasiya : siapa yang berbuat merusak berbalik sayang dan memelihara.
Dalam dunia kebatinan dan spiritual India, selain sebagai upaya membebaskan manusia dari karma jelek, ilmu kalacakra adalah salah satu jenis keilmuan batin (sejenis sukma sejati) yang tidak digunakan untuk menyerang, tetapi bersifat penundukkan yang dilakukan berdasarkan cinta kasih, menjadikan dirinya sendiri sebagai tumbal, yang menerima perbuatan jahat orang lain tapi tidak membalasnya dengan kejahatan, tidak membalas kemarahan dengan kemarahan, tidak membalas pukulan dengan pukulan, dsb. Ilmu ini adalah tingkat tinggi (kalau tidak, maka seseorang akan hancur tubuhnya ketika menerima dirinya diserang dengan ajian kesaktian). Jenis ilmu ini juga salah satunya yang dulu dianut oleh Yudistira (pemimpin para Pandawa).
Kebanyakan ilmu kalacakra yang beredar di dalam negeri lebih bersifat ilmu gaib dan ilmu khodam, yang untuk mendapatkannya banyak dilakukan dengan mewirid amalannya, atau dengan transfer energi / khodam, tapi tidak membentuk kebatinannya yang harus penuh cinta kasih untuk tidak membalas perbuatan jahat seseorang. Selain sebagai benteng gaib, ilmu ini juga digunakan sebagai kesaktian untuk menyerang, atau dengan sengaja digunakan untuk melunturkan keilmuan seseorang. Dan sesuai dengan sugesti "rajah" kalacakra, maka energi / khodam ilmunya dipusatkan / ditempatkan di dada.
Di dalam negeri ilmu Rajah Kalacakra adalah salah satu ilmu yang digunakan pada masa lalu untuk menangkal ajian kesaktian lawan, menyerang balik kekuatan gaib musuh dan memiliki kekuatan menyerang makhluk halus hingga terluka parah. Rajah Kalacakra juga digunakan untuk menangkal / mengusir makhluk halus jahat dengan cara memasangnya di tempat-tempat yang diperkirakan ada makhluk halusnya.
Beberapa kegunaan Ilmu / Rajah Kalacakra dalam dunia keilmuan gaib adalah untuk :
- Menangkal segala serangan ilmu gaib.
- Menaklukan gangguan mahluk halus Jin, Gondoruwo, dsb.
- Menjauhkan diri dari segala perbuatan buruk dan kejahatan.
- Membalik niat jahat orang lain agar menjadi niat yang baik.
- Menundukkan amarah musuh, dendam dan iri hati.
- Membuat pagaran gaib rumah, toko, dll.
- Menolak segala bala bencana, baik yang akibatkan oleh orang lain ataupun akibat dari perbuatan sendiri.
- Menjauhkan segala kesialan dan membalik hal-hal buruk menjadi baik.
Beberapa pihak mengajarkan ilmu rajah kalacakra ini dengan cara membaca mantranya (diwirid) dengan jumlah bacaan 21x, 41x, 313x, dsb, dan dengan persyaratan laku tertentu (ada laku puasa dan tirakatnya).
Mantranya berbunyi :
" Yamaraja - Jaramaya, Yamarani - Niramaya, Yasilapa - Palasiya, Yamiroda - Daromiya,
Yamidosa - Sadomiya, Yadayuda - Dayudaya, Yasiyaca - Cayasiya, Yasihama - Mahasiya ".
Karena bersifat ilmu gaib dan ilmu khodam, mantra itu hanya akan bekerja dengan baik pada orang-orang yang telah menerima khodam ilmunya (diijazahkan) atau yang telah menerima transfer energi dan yang mempunyai kekuatan sugesti pada amalannya. Cara menurunkan / mengijazahkan ilmu rajah kalacakra juga dapat dilakukan dengan cara menuliskan rajah gaib atau rajah energi di dada seseorang. Tetapi bagi yang ingin belajar sendiri, belajar jarak jauh, dan belum mendapatkan khodam ilmunya, atau belum menerima transfer energi, dengan usahanya sendiri membaca / mewirid amalan itu tidak akan banyak berguna. Sekalipun ada kegaiban setelah membacanya, biasanya tidak besar kekuatannya.
Kegaiban dari ilmu gaib dan
ilmu khodam berasal dari kekuatan sugesti amalan-amalan, doa dan
mantra, atau kekuatan kegaiban dari khodam ilmunya saja, bukan dari kekuatan kebatinannya, dan
tidak didasarkan pada olah batin / sukma. Dengan demikian pada saat
mengamalkan ilmu di atas, seseorang harus hapal dengan
bacaan mantra / amalan ilmunya, dan keberhasilannya sangat bergantung
pada pemberian / transfer khodam / energi, sehingga penganut
ilmu gaib dan ilmu khodam akan banyak bergantung pada guru yang memberi
ilmu.
Dan kekuatan gaib rajahan / asma'an tidak bisa dianggap sekali
dibuat akan kuat kegaibannya dan berfungsi selamanya, apalagi yang
bersifat transfer khodam / energi, karena kekuatan gaibnya menyatu
dengan sugesti pemakainya. Sama juga dengan ilmu gaib / khodam, jika jarang
dibaca amalannya, kekuatan gaibnya akan memudar.
Sebagai kekuatan gaib asma'an, seharusnya ilmu rajahan itu juga
digunakan sebagai sarana doa dengan cara si pemakainya sering membaca
ulang doa / mantranya atau membaca ulang doa yang tertulis dalam rajahan itu dengan tangannya menyentuh
dan bergerak mengikuti bentuk tulisan / gambar rajahannya, untuk
mengsugesti supaya kekuatan gaib rajahan itu tetap hidup dan energinya
tetap kuat. Semua benda gaib yang
kita miliki, dalam bentuknya keris dan pusaka,
batu cincin / akik, mustika, dsb, juga akan hidup dan kuat kegaibannya
bila kita sering menuangkan doa dan sugesti ke dalamnya. Semakin kuat dan sering
seseorang menuangkan sugesti ke dalam gaib rajahan itu, kegaibannya
akan semakin kuat.
Rajah kalacakra.
Yamaraja - jaramaya
yamarani - niramaya
yasilapa - palasiya
yamidora - radomiya
yamidosa - sadomiya
yadayudha - dhayudaya
yasiyaca - cayasiya
yasihama - mahasiya
Yamaraja - jaramaya
yamarani - niramaya
yasilapa - palasiya
yamidora - radomiya
yamidosa - sadomiya
yadayudha - dhayudaya
yasiyaca - cayasiya
yasihama - mahasiya
Ilmu-ilmu
yang sejenis dengan kalacakra juga
banyak diajarkan dalam keilmuan kejawen, namanya saja yang berbeda-beda.
Banyak orang yang benar mendalami kebatinan,
misalnya yang mengikuti pendalaman kebatinan melalui aliran-aliran
kebatinan kejawen yang mengajarkan kesejatian manusia, dalam dirinya
sudah terkandung kegaiban yang ketika pasrah menerima dirinya diserang
dan dianiaya, justru dirinya
tidak dapat diserang, tidak dapat disentuh atau dikenai pukulan. Dengan berpegang pada filosofi segala bentuk kekuatan jahat dan kesombongan manusia akan luluh dan tunduk pada
perbawa pengayoman, kebaikan, dan kerendahan hati, bila berniat memberi pelajaran
kepada penyerangnya, orang itu hanya perlu mengkonsentrasikan batinnya, mengsugesti kegaiban sukmanya, bahwa
ketika seseorang menyerangnya, maka penyerangnya itu akan kehilangan
kekuatannya, kehilangan ilmunya, diam mematung tak dapat bergerak, lumpuh tak dapat berdiri, dsb. Kegaiban
mereka juga dapat memusnahkan keampuhan ilmu gaib dan ilmu khodam (ilmu sihir dan guna-guna).